Postingan

Hulu Kesunyian

-September, 2012- Ku ayunkan pena ini, demi mengukir peristiwa abadi. Terasa lelah, namun indah. Merintih tak sakit; tertawa tak bangga, Rasaku. Aku bagai meja usang yang siap kau tendang. Melayang berhamburan taktentu, menerawang rasa. Kata orang: Mencintai itu, menyatukan kedua sisi yang berlawan; memadukan kehendak hati menjadi jalinan yang teramat indah, berwarna. Itu kata orang, namun aku selalu menempati sisi sebaliknya. Usia yang genap 23 tahun menjadikanku minder untuk mengenal cinta. Aku tau, dan aku yakin; Allah tak akan mengurung umatnya melebihi batas kemampuan. Tapi, hingga kapan? Haruskah selalu ku tertatih meniti iba dari wanita-wanita di muka bumi ini, menyayat hati atas ucapan penolakan yang berujung duka. Kata orang: rindu dan kesabaran itu saudara, beda tipis malah. Jika mampu bersabar maka rindu itu akan bermuara. Tapi, nampaknya tidak untuk ku maknai, 23 tahun aku meniti kehidupan, merangkai seluruh cita-cita, menepis segala

STROBERI JUTEK NYO-NYO

Strobery Jutek Nyo-Nyo… Saat ini aku diam , aku nggak ingin banyak komentar dengan semua sikapmu padaku. Atau sengaja mengobral rayuan maut untuk mendapatkan maksud hati ini. Aku bukan orang seperti itu; mudah mengalah dengan kenyataan. Aku hanya ingin memahamimu, setulus rasa yang tak pernah engkau anggap. Atau bahkan sengaja engkau abaikan. Karena bagimu, mungkin ini tak begitu penting. Tapi jika suatu saat nanti aku tak peduli lagi padamu, berlari membawa rasa sakit yang telah menghujam tubukku, hingga remuk tak berbentuk. Maka kamu juga jangan banyak komentar dengan sikapku, menganggap Tuhan tak adil, menyesal atas keegoisanmu. …dan mungkin, itulah giliranmu untuk mengerti dan memahami prasaanku selama ini atasmu…

Kesunyian Yaya’

Selayang Pandang Komunitas Pena KOMA Bahrul Ulum

Gambar
      A.     Tentang Komunitas Pena KOMA Bahrul Ulum Serupa tapi tak sama. Demikianlah kiranya ungkapan yang cocok untuk menyebut kata ‘KOMA’ , sebuah komunitas sastra yang bermarkas di kawasan sekitar pondok Tambakberas Jombang. Serupa dengan yang disandang Teater Koma, teater berskala nasional yang dipandegani R. Riantiarno. Tak sama artinya, meski bernama Koma (,) tanda baca yang difilosofikan sebagai kegiatan yang tak pernah usai dalam berkarya, ajeg dan terus berproses dan tak menemukan titik henti. Sebuah nama tersendiri yang diikhtiyarkan oleh pelakunya dan tidak bersinggungan dengan Teater Koma-nya R. Riantiarno di Jakarta. 

Lebaranku Antara Jawa-Sumatra

              Magrib ini akan menjadi pamungkas dari segala cerita: indahnya bulan yang suci, menyimpan berjuta berkah, melipat gandakan segala tingkah dan perbuatan. Perlahan akan berlalu. Tinggal menunggu detik aja selepas magrib; pengumuman dari Menteri Agama, semuanya akan tergantikan sorakan kemenangan.                 Ada yang beda memang. Jika sewaktu kecilku dulu, hari kemenangan telah disambut ba’da adzan maghrib. Sekarang tak lagi begitu. Cecok tentang penentuan hari kemenagan menjadi warna di negeriku. Ada yang duluan, ada yang terakhir atau apalah. Aku juga tak terlalu banyak mengerti tentang itu. Mana yang benar dan yang salahpun masih   samar. Tapi biarlah keyakinan masing-masing kita yang membenarkan. Karena hanya itu jawaban tertinggi. Keyakinan.

Sepasang Sayap di Punggungmu | Anda Pesan Buku, Kami Kirim Buku

Sepasang Sayap di Punggungmu | Anda Pesan Buku, Kami Kirim Buku

Pesisir Barat

Gambar
Fatan dan laki-laki bertubuh besar kini duduk bersampingan di atas bongkahan batu besar pinggir pantai. Walau mentari sudah ditelan samudera, mega merah tak lagi mengangah, kini sinar rembulan mulai meng g antikannya. Di dekat laki-laki itu, Fatan tak lagi menggigil gemetar ketakutan. Sedikit demi sedikit Fatan menetralisir rasa itu. Akhirnya, Fatan merasa nyaman duduk di samping laki-laki bertubuh besar itu, walau sejuta pertanyaan masih bersarang dalam benaknya.